Minggu, 02 Desember 2007

Bola Salju Sumbar Baru

Bola Salju Sumbar Baru

Oleh : Irdhas Fabian Baharin

Ketua Dewan Penasehat Forum Komunikasi Mahasiswa Minang ( FORKOMMI ) UGM

Sebuah gagasan mengenai munculnya sumbar baru yang dikemukakan Gubernur Sumbar Gamawan Fauzi hendaknya kita sikapi dengan antusias agar tidak lumer begitu saja ditelan waktu. Gagasan itu hendaklah terus digelindingkan bagai bola salju sehingga berkembang dan mencapai tujuan mewujudkan sumbar baru. Sumbar baru yang kita harapkan disini tentu sebuah provinsi yang maju dalam artian pertumbuhan ekonomi tinggi, stabilitas politik dan sosial terjaga sehingga menjamin keberlangsungan program pembangunan jangka panjang daerah. Untuk itu tentunya diperlukan sebuah sistem yang disepakati seluruh elemen kehidupan di Sumatera Barat ditambah dengan dukungan dari masyarakat diaspora minangkabau yang tersebar ke seluruh dunia, sehingga muncul konektisitas masyarakat Sumbar dalam menghadapi perubahan-perubahan elementer dalam perekonomian dunia, yang pada ujungnya membentuk networking layaknya hubungan cina daratan dengan diasporanya di seluruh pelosok dunia.

Dalam menggagas sebuah konsep tentang sumbar baru perlu penjelasan terlebih dahulu apakah motivasi Gubernur dalam mencetuskan ide Sumbar baru ini merupakan ide yang berskala kultural besar atau hanya merubah wujud visi dan program pembangunan daerah yang dirancang pemerintah provinsi dalam RPJP dan RPJM nya. Sebuah Sumbar baru yang berskala kultural tidak boleh tanggung-tanggung dan ini merupakan sebuah kerja keras karena berimplikasi terhadap kultur yang menghiasi dimensi kehidupan masyarakat sumbar dengan merevitalisasi budaya yang selama ini dijalankan yaitu budaya minangkabau. Di sini perlu kita elaborasi kembali tingkat relevansi budaya yang dijalankan masyarakat dengan realita perubahan nilai yang terjadi dalam zona waktu yang cukup panjang. Untuk ini perlu serangkaian pengkajian mendasar mengenai sistem nilai adat minangkabau apakah masih mampu mengadaptasi perubahan zaman. Bahkan sebuah dogma adat yang paling merasuki pikiran orang minang adalah adat yang tak lekang oleh panas tak lapuk oleh hujan terkesan sangat superior dan tidak tepat lagi melihat perubahan nilai dalam dunia modern, menurut Rhenald Kasali dalam bukunya berjudul Change, perubahan sistem hendaknya diadaptasi oleh masyarakat, institusi pemerintah maupun institusi bisnis agar perubahan nilai-nilai kehidupan modern dapat diantisipasi sehingga tidak mengganggu jalannya harmonisasi kehidupan sosial dan ekonomi.

Dalam kehidupan dunia ini tidak ada yang abadi selain perubahan, oleh karena itu adat itu sendiri jika tidak mengadaptasi perubahan sistem dan nilai akan lekang oleh panas, namun ketika adat mampu mengadaptasi perubahan yang terjadi maka barulah ia bisa disebut tak lekang oleh panas. Tentu dalam melakukan perubahan mendasar untuk menuju pertumbuhan sumbar yang lebih maju demi mewujudkan sebuah welfare province tidak akan bisa bapak gubernur mewujudkan tanpa dukungan yang solid dari semua elemen potensial masyarakat Minangkabau, dan ini bukan pekerjaan yang mudah.

Sementara apabila maksud Gubernur tentang Sumbar Baru hanyalah mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang lebih baik dari periode-periode sebelumnya tentu istilah Sumbar Baru akan menjadi mubazir mengingat dangkalnya motivasi dalam mengungkapkan ide besar tersebut. Seandainya begitu, ide ini bukanlah konsep yang mesti dikembangkan Gubernur melainkan memang program kerja pokok dari Gubernur untuk mewujudkannya dalam RPJP dan RPJM Sumbar dengan aktualisasinya dalam bentuk anggaran provinsi setiap tahun.

Sebuah pernyataan tentang Sumbar Baru yang sangat menarik adalah menjauhi jebakan konflik yang akan menghambat produktivitas masyarakat sumbar, tentunya ini berarti maksud dari Sumbar Baru sendiri adalah merevitalisasi sendi-sendi yang menopang kehidupan masyarakat sumbar dan mencoba menetralisir sumber konflik yang berkepanjangan. Salah satu contoh kasus yang harus kita amati adalah konflik tanah ulayat yang sedang dihadapi PT.Semen Padang dan beberapa kasus pada entitas ekonomi dan pembangunan yang tersebar di beberapa kabupaten/kota di sumbar.

Dalam melahirkan konsep baru tentu perlu diidentifikasi dahulu bentuk persoalan remeh temeh yang mengganggu roda pertumbuhan produktifitas masyarakat. Mindset yang selama ini menghambat kreatifitas masyarakat tentu berasal dari nilai-nilai yang dianut masyarakat itu namun tidak lagi relevan dengan segala perkembangan yang terjadi dalam dimensi kehidupan saat ini. Nilai-nilai yang sangat mempengaruhi sendi kehidupan masyarakat sumbar tentunya adalah adat istiadat yang mengatur kehidupan orang minangkabau. Seperti telah penulis ungkap diatas perlu kesadaran bersama seluruh stakeholder pembangunan di Sumbar ( common conscience ) untuk mengidentifikasi kembali adat yang menjadi persoalan krusial yang menghambat kreatifitas sumber daya manusia Sumbar dalam melakukan aktivitas perekonomian yang menuntut perlunya adaptasi pendidikan dan teknologi modern sesuai dengan teori new economic growth yang berkembang belakangan ini di seluruh dunia ditandai bergairahnya perekonomian yang berbasis teknologi. Inilah yang menjadi tugas utama Gubernur sebagai tulang punggung Sumbar Baru untuk melakukan common conscience building, seperti yang dilakukan oleh Mao Zedong di Cina-walau sedikit berbeda dalam kerangka ideologinya-, agar perekonomian Sumbar tidak hanya bergerak di sektor ekonomi tradisional yang mementingkan sumber daya alam tetapi lebih mementingkan fenomena new economic growth yang mementingkan pendidikan yang tinggi, adaptasi ekonomi modern, infrastruktur ekonomi yang lengkap dalam perekonomian, mendorong munculnya industri-industri kecil dan menengah serta jangan lupa menggarap secara profesional potensi pariwisata Sumbar yang demikian besar.

Kemajuan perekonomian dan pembangunan sebuah region akan sangat bergantung kepada alur siklus perekonomian ( economic cycle ) yang menggambarkan perputaran modal atau capital dari sektor rumah tangga ke sektor industri dalam hal ini produsen. Faktor yang akan menjadi penghambat alur ini terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa pasar tidak sempurna, kurangnya modal sehingga produktivitas rendah, pendapatan riil masyarakat rendah sehingga daya beli rendah, tabungan dan investasi juga rendah. Sementara penghambat dari faktor eksternal yaitu adanya pengaruh negatif dari institusi formal dan non-formal yang rata-rata menggerogoti perekonomian Indonesia pada umumnya. Faktor internal tadi umumnya dapat diselesaikan dengan mengembangkan lembaga keuangan mikro seperti Bank Perkreditan Rakyat, Bank Pasar, Bank Desa agar memperlancar arus intermediasi lembaga keuangan terhadap sektor usaha skala kecil dan menengah agar dapat berkembang.

Dalam hal faktor penghambat eksternal, inilah masalah yang dihadapi Sumbar sehingga muncul wacana mengembangkan Sumbar baru. Penghambat dalam bentuk institusi formal tentu dapat diatasi secara koheren dan sejalan dengan program besar bangsa Indonesia untuk memajukan perekonomian dengan menciptakan aturan ( rules of the game ) dan penegakannya ( enforcement ) yang lebih pro terhadap pengembangan perekonomian rakyat. Sementara penghambat dalam bentuk halangan dari sektor informal di Sumbar adalah pekerjaan besar dalam mengembangkan Sumbar baru dengan menghilangkan institutional barrier yang tercipta karena tidak adaptifnya institusi informal masyarakat tersebut. Sebelum mengkaji terlebih jauh kita perlu mengidentifikasi bentuk aturan yang menimbulkan high cost economy karena tidak semua aturan informal itu menjadi penyebab tingginya biaya ekonomi untuk berusaha di Sumbar. Nilai sosial, norma dan sanksi yang menjadi informal institution akan berasal dari adat istiadat yang dianut masyarakat setempat.

Pada aktivitas pengembangan sebuah investasi akan tergambar informal institution yang tidak efektif karena meningkatkan biaya ekonomi dari investasi tersebut, hal inilah yang harus kita pangkas karena tanpa disadari dalam tataran pembangunan nasional seperti yang banyak dialami oleh negara sedang berkembang ( developing countries ) nilai-nilai yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi inilah yang banyak diproteksi oleh penguasa lokal. Mari bersama-sama kita kaji dan kita elaborasi secara dewasa sendi-sendi kehidupan masyarakat minang ini yang tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Tentu perlu sebuah diskusi dan penelitian yang berkelanjutan untuk mengembangkan sebuah konsep tentang Sumbar baru karena dimensi yang sangat luas yang dikandung oleh ide besar itu. Seperti halnya Bola salju, ide ini akan menjadi besar jika digelindingkan namun akan berbahaya dan akan hancur apabila tidak digelindingkan dalam jalur yang benar.

Irdhas Fabian Baharin

daink_27@yahoo.com

dimuat di Padang Ekspres 3 desember 2007
klik:
http://kotasolok.org/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=7919

1 komentar:

taruhan bola mengatakan...

it's a surprise info