Jumat, 25 Januari 2008

Dampak Manuver Politik Para Elit Parpol

Pernyataan seorang tokoh partai politik besar yang mengatakan bahwa pemilu memang berlangsung dua tahun lagi, namun waktu efektif pemerintahan tidaklah sepanjang itu, mengundang pemikiran yang mendasar disini bahwa proses pembangunan dan pemerintahan tidak lain hanyalah sekedar ajang perebutan posisi dan kekuasaan. Saat ini sudah banyak persiapan yang dilakukan oleh para elite parpol maupun individu menyambut suksesi kekuasaan nasional. Sepintas kita tentu mesti memaklumi hak setiap anggota masyarakat untuk mengajukan diri dipilih sebagai wakil rakyat dan pejabat pemerintahan. Namun bagai ujung dua mata pisau, masyarakat sebagai stakeholder utama bangsa ini terkatung-katung diantara permainan politik yang digelar pihak-pihak yang merasa berkepentingan untuk kemajuan bangsa ini.

Sebuah pernyataan dari ketua umum golkar juga sungguh pantas diperdebatkan, hal ini karena statement ini sangat multitafsir. Demokrasi yang beliau gambarkan hanya sebagai cara/alat untuk mencapai tujuan yang lebih utama yaitu peningkatan kesejahteraan rakyat bisa kita elaborasi lebih jauh. Peningkatan kesejahteraan rakyat tentu saja mesti mesti tujuan mulia semua bangsa di negara ini, namun tidak begitu saja menyepelekan kendaraan yang dipakai untuk menuju kepada destinasi. Seperti kita ketahui bersama, pada masa awal puncak kegemilangan partai berlambang beringin ini nilai-nilai mulia dari konsep demokrasi sungguh diabaikan. pada masa itu Indonesia mengalami booming perekonomian yang sangat fantastis, namun ternyata itu hanyalah fragile economics belaka karena fondasi dasar dari perekonomian itu tidak terakomodasi yaitu prinsip keadilan yang menjamin setiap individu di negara ini bebas melakukan aktivitas ekonomi dan tidak semua pihak dapat menikmati semua kemudahan,insentif dan dukungan dari pemerintah untuk melakukan kegiatan perekonomian.

Kepentingan masyarakat yang berada di tengah-tengah pergulatan ini seakan terabaikan sebagai komoditas politik belaka, perhatian penuh dari pemerintah maupun pihak oposisi tidak secara penuh dinikmati rakyat padahal itu adalah hak dasar mereka sebagai warga negara. Ini disebabkan oleh janji-janji politik dan kebijakan yang ditawarkan para politikus umumnya bersifat sementara untuk kepentingan jangka pendek tanpa melihat lebih jauh realitas kehidupan dan kebutuhan masyarakat itu. Para pemimpin maupun calon pemimpin ini tidak memperhitungkan secara matang kebijakan yang akan diambil yang rata-rata timpang tindih dan jarang mempunyai visi jauh ke depan untuk membangun bangsa ini.

Sikap elitis para pemimpin juga memperparah keadaan dimana pertimbangan mereka banyak dikuasai motif untuk mempertahankan kelanggengan kekuasaan ataupun merebut kekuasaan itu sendiri. Hal inilah yang kemudian menimbulkan antipati berbagai kalangan yang secara tidak sadar ikut mencerca keputusan pemerintah tanpa mempertimbangkan baik atau buruknya kebijakan tersebut. Karena tidak bisa pula kita pungkiri bahwa tidak sedikit pula produk-produk karya lembaga legislatif dan eksekutif itu yang pro rakyat. Sehingga tidak jarang muncul kecurigaan di kalangan akar rumput tersebut bahwa ada motif tersembunyi dalam setiap sikap dan perilaku para politisi bangsa ini. Gap yang muncul ini kemudian menjadi jurang yang menyebabkan setiap kebijakan pemerintah dalam bidang apapun menjadi tumpul tidak mencapai target yang diinginkan sehingga menyebabkan kelambanan pembangunan sosial, ekonomi, kemasyarakatan.

Akibat dari munculnya persaingan terselubung ini dapat kita lihat dari dua sisi. Pertama, bersemangatnya pihak oposisi untuk melakukan perubahan dengan memanfaatkan turunnya popularitas calon incumbent sebagai konsekuensi dari pandangan-pandangan negatif atas kinerja pemerintah belakangan diantaranya, kegagalan menuntaskan masalah “Lumpur lapindo”, proses seleksi pejabat negara yang tidak transparan serta membingungkan sehingga memunculkan masalah hukum, program pemberantasan korupsi yang masih tebang pilih, terkatung-katungnya nasib calon perseorangan karena mempengaruhi kredibilitas parpol secara keseluruhan, tim ekonomi tidak mampu menggerakkan sektor ekonomi mikro walaupun secara makro kita harus mengakui keberhasilan ekonom-ekonom tersebut yang notabene memang ekonom terbaik Indonesia di bidang ekonomi makro saat ini, dimana pertumbuhan produk domestik bruto ( PDB ) pada trimester ketiga tahun ini mencapai 6,5 persen. Angka ini jauh diatas rata-rata PDB Negara industri baru di Asia lainnya. Sebagai buah dari turunnya popularitas itu tentu pemerintah saat ini akan mencoba menggenjot kembali popularitas mereka dengan lebih cenderung mengutamakan kesejahteraan masyarakat. Namun apakah usaha kedua belah pihak ini akan hanya mementingkan jangka pendek semata atau bervisi jauh kedepan demi kepentingan masyarakat luas secara berkesinambungan, hal ini masih harus terus kita pertanyakan.

Kedua, efek yang akan langsung terasakan oleh masyarakat adalah adanya semacam opportunity cost yang akan ditanggung oleh masyarakat karena intrik-intrik politik ini menempatkan masyarakat sebagai median pertarungan. Dalam perumusan dan penerapakan kebijakan nantinya akan muncul tarik-ulur antara pemerintah dengan legislatif karena pemerintah tidak mempunyai keunggulan mayoritas terhadap legislatif, pada tahap ini rawan timbul konflik politik yang membuat solusi pemecahan masalah masyarakat menjadi berbelit-belit. Semestinya dalam sistem demokrasi yang telah matang intrik-intrik yang muncul hendaknya mempertajam taji dari kebijakan tersebut agar tepat sasaran yang akan menguntungkan masyarakat bukannya tarik-ulur kepentingan yang hanya menguntungkan segelintir elit tetapi melupakan masyarakat sebagai stakeholder utama di negara demokrasi. Seakan-akan perhatian tulus pemerintah dan elit politik terhadap masyarakat merupakan barang lux di negeri ini. Masyarakat kita tak ubahnya dijadikan pion-pion dalam permainan catur antar elit politik belaka.

Untuk itu diperlukan kesungguhan dan kedewasaan para pemimpin bangsa ini agar mau bersaing secara bersih dalam suksesi nasional maupun daerah.jangan lagi menjadikan masyarakat sebagai komoditas politik semata. Bagi incumbent kita harapkan agar tetap konsisten menjalankan programnya yang pro rakyat sesuai dengan yang telah digariskan, karena toh dengan itu tetap bisa meraih simpati pemilih Indonesia yang mayoritas sudah bersikap rasional dalam menentukan pilihan. Semoga saja safari-safari politik yang berlangsung sekarang ini bukan hanya jadi ajang perkenalan biasa namun memang bisa memunculkan konsep matang bagi pembangunan bangsa ini ke depan dengan mengutamakan kepentingan rakyat banyak diatas segalanya.

Karena diatas segalanya pemerintah nantinya mesti berperan memajukan kesempatan dan kesejahteraan seluruh warga, maka pemilih yang terpolarisasi tidak baik. Pemilih yang terpolarisasi menurut Barrack Obama adalah pemilih yang dengan mudah menolak partai-partai lantaran nada yang buruk dan tak jujur dari persaingan antar partai itu sendiri. Meningkatkan taraf kehidupan sebagian konstituen partai tertentu saja tidak cukup baik. Yang dibutuhkan adalah mayoritas besar warga Indonesia- pemilih maupun partisan golput- harus dilibatkan kembali dalam proyek pembangunan nasional dalam segala kapasitasnya. Sehingga janganlah menganggap rakyat hanya sebagai pion politik yang berkorban segalanya dalam kampanye perebutan suara.


Tidak ada komentar: